CERPEN Oleh : Rustian al ansori


GEMBROT

Begitulah ia biasa dipanggil.
Nama itu bukan nama yang tertera dalam akte kelahirannya. Nama itu keluar dari sebutan para ibu tetangga dekat rumahnya, setelah tubuhnya semakin gemuk dengan perut yang gendut. Panggilan itu sebagai bahan ngrumpi ibu – ibu.
“Abi ! Siapkan dana untuk anak – anak berlibur ke Malaysia,” Gembrot bersuara lantang pagi itu.
Suaranya terdengar ke beberapa rumah tetangganya. Termasuk sejumlah ibu – ibu yang sedang berbelanja di warung yang berjarak selang dua rumah dari tempat tinggal Gembrot.
Suaminya yang  dipanggi anak – anaknya dengan Abi itu, tak menjawab.  Reaksinya hanya dengan menggaruk – garukkan kepala diantara rambut yang semakin menipis. Si Botak, begitulah suaminya disebut para tetatangganya. Suami Gembrot tak menggubris ucapan istrinya dan terus membersihkan lantai dengan kain pel. Tugas pembantu, digantikan suaminya. Sudah beberapa kali Gembrot ganti pembantu, karena pembantunya tidak bisa bertahan lama. Tidak tahan dengan sikap arogan Gembrot.
” Kasihan suaminya seperti pembantu rumah tangga,” ujar seorang ibu di warung yang tak jauh dari rumahnya.
” Apakah itu bukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, KDRT,” kata ibu yang lain.
” Bukan, itu Pembodohan dalam rumah tangga,” timpal ibu yang satunya lagi.
Ngerumpi pun dimulai. Ibu – ibu yang sedang berbelanja itu, saling menyampaikan argumentasi tentang kondisi suami Gembrot. Gembrot dituduh telah memberikan guna – guna sehingga suaminya seperti orang dungu.Suaminya mengikuti apa saja yang diinginkan Gembrot. Termasuk menyediakan uang untuk membeli barang yang diinginkan dengan harga tinggi. Akibatnya gaji suami istri ini sebagai PNS sudah minus. Untuk memenuhi barang yang diinginkan, tak jarang tanpa sungkan uang kantor dipakai. Akibatnya hak pegawai yang lain di kantor jadi tertunda untuk dibayar. Para tetangga banyak yang tahu Gembrot dan suaminya sudah gali lobang tutup lobang untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari. Namun keluarga ini masih tampak tenang dan mewah, dengan sederetan kelengkapan rumah tangga dengan harga mahal yang sebagian besar masih kredit.
Gembrot, ingin kelihatan selalu berpenampilan gelamor. Ia ingin selalu kelihatan mewah dalam penampilan, seperti layaknya orang kaya.
Terdengar suara benda terbuat dari almunium yang terjatuh, diikuti teriakan, ”aduh!”
” Nah itu baru KDRT,” cetus seorang ibu yang masih berada di warung didekat rumahnya.
” Gila ! Suaminya dilempar dengan panci,” kata ibu yang satunya.
” Istri durhaka !” kutuk ibu yang lain.
Tak habis – habisnya umpatan ibu - ibu melihat sikap Gembrot. Suaminya dinilai sangat bodoh, pernah menangkap basah di sebuah hotel berbintang Gembrot sedamg bersama seorang laki – laki yang sudah beristri, namun setelah kejadian itu suaminya memaafkan. Peristiwa perselingkuhan itu terbongkar, Gembrot bukannya bertobat namun lebih kejam kepada suaminya. Si Botak kini benar – benar jadi laki – laki malang.
Lemparan panci yang dilakukan Gembrot mengenai kepala suaminya, karena tidak adanya jawaban kesanggupan untuk menyediakan uang untuk anak – anaknya berlibur ke Malaysia.
” Kasihan suaminya,” kata salah seorang ibu yang masih bertahan di warung.
Ngerumpi para ibu jadi ngalur – ngidul kemana – mana. Seorang ibu yang mengaku mengenal Gembrot sejak masih remaja menceritakan, prilaku Gembrot yang terlibat sex bebas. Termasuk mengganggu laki – laki yang sudah beristri. Gembrot dikenal perusak rumah tangga orang lain. Ketertarikan laki – laki kepada Gembrot, karena ia mengamal ilmu guna – guna. Buktinya, saat ini Gembrot menerima akibatnya dengan kulit tubuh penuh dengan borok dan gatal – gatal. Suaminya lah yang setiap hari memoles salep ke tubuh Gebrot. Dua hari salep yang digunakan sudah habis dengan harga ratusan ribu rupiah itu habis. Namun borok yang diderita tidak pernah sembuh.
” Guru yang memberikan amalan guna – guna itu sudah meninggal dunia sehingga ia tidak bisa disembuhkan, ” kata seorang ibu di warung itu.
Seketika suara ibu – ibu yang terus ngerumpi terhenti, karena melihat suami Gembrot keluar dari halaman rumahnya berjalan kaki menuju warung.
” Suami Gembrot menuju kemari,” kata salah seorang ibu dengan suara pelan.
Setelah mendekat, para ibu melihat suami Gembrot dengan perasaan iba. Tubuhnya kurus dengan wajah  kelihatan lebih tua, dari usia yang jauh lebih muda.
” Beli apa pak,? ” tanya penjaga warung.
” Beli sayur,” jawab suami Gembrot pelan.
Banyak yang dibeli. Belanjaannya untuk memenuhi kebutuhan makan hari itu. Ibu – ibu yang ada di warung, sesekali mencuri pandang melihat wajah suami Gembrot yang baru saja dilempari istrinya dengan panci. Kelihatan disebelah pipi kirinya memerah.
” Ayo kita pulang, bisa - bisa duluan suami Gembrot selesai memasak sedangkan kita masih disini,” ajak seorang ibu.
Sepontan saja para ibu itu pulang ke rumah masing - masing membawa belanjaannya.
* * *
Sekitar satu jam kemudian.
Komplek perumah dikejutkan suara gaduh. Pekik histeris dari suara Gembrot. Teriakan itu, jelas suara Gembrot.
”Tolong ! ” Teriak Gembrot sambil menangis ke luar pagar halaman rumahnya.
” Ada apa>” tanya tetangganya dengan cemas.
” Suami saya gantung diri, tolong pak,” Gembrot seraya menangis sekeras – kerasnya.
Tiga anak Gembrot sedang tidak ada di rumah hari Sabtu itu. Sedang bersekolah. Mardut dan Suaminya pada hari Sabtu tidak bekerja. Libur.
Sebagian besar warga yang berada di komplek perumahan itu berhamburan ke luar rumah, menuju rumah Gembrot. Suami Mardut terlihat tergantung di pintu dapur rumahnya. Tangis Gembrot sejadi – jadinya, setelah melihat tubuh suaminya yang tergantung kaku. Tubuh itu dibiarkan tergantung, menunggu kedatangan anggota kepolisian.
Suara sumbang pun keluar dari dari mulut para tetangga.
” Wajar saja suaminya bunuh diri, kalau setiap hari mendapat hinaan,” kata seorang tetangganya, penuh kebencian kepada Gembrot.
Berbagai spekulasi disampaikan warga komplek perumahan itu. Ada yang mengatakan suaminya terbelit utang. Namun yang paling banyak mengatakan, suaminya dipaksa untuk memenuhi keinginan Gembrot yang tidak dapat terpenuhi.
Polisi pun datang, Perlahan menurunkan tubuh suami Gembrot yang sudah tak bernyawa. Gembrot terus saja menangis.
” Apa yang terjadi sehingga suami ibu gantung diri? ” tanya seorang anggota polisi.
” Saya menyesal pak, tadi saya minta suami saya meceraikan saya. ”
” Mengapa ibu minta cerai? ”
” Suami saya tidak bisa memenuhi kebutuhan batin saya pak,”
” Ibu mau kawin lagi ? ” Tanya polisi.
Gembrot diam sejenak. Lalu menggelengkan kepalanya.
Sejumlah ibu – ibu memberikan cibiran.
* * *
Gembrot berduka.
Dukanya tidak terus berkepanjangan. Ia menikmati warisan yang ditinggalkan suaminya. Termasuk juga hutang yang masih banyak. Ada beban Gembrot yang bertambah, karena tidak ada lagi suami yang setiap hari mengobati penyakit kulit yang sudah lama ia derita dengan mengoleskan salep ke sekujur tubuhnya.
Gatal kulit di sekujur tubuhnya semakin menjadi – jadi. Tiga anaknya tak satupun yang mau membatu mengoleskan salep ke tubuh ibunya, karena semakin menebarkan bau busuk. Sesekali sering terdengar teriakan Gembrot, yang tidak tahan menahan rasa perih dan gatal - gatal.
” Gembrot sedang diazab, karensa durhaka dengan suaminya, ” ujar warga setempat.
* * *
                                                                                                                    Sungailiat, Mei 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUNJUNGI KAMPUNG ARAB MANADO

BELINYU BAKAL MEMILIKI 4 KELURAHAN BARU